KOMUNITAS PUNK
A. Sejarah Komunitas Punk
Sejarah punk berawal dari merupakan
sub-budaya yang lahir di London, Inggris.
Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead.
Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah
menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berartijenis musik atau genre yang
lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa
berarti ideologi hidup yang mencakup aspeksosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera
merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh
kemerosotan moral oleh para tokoh politikyang
memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha
menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik
dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan
menghentak. Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh
karena di Inggris pernah terjadi
wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak
terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari
mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal. Punk
selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah
terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone,
dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan
nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya,
lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia.
Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan
berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran
serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya
punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri,
sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi.
Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka. Namun lebih
tepatnya seorang punk itu mempunyai perilaku yang berbeda. Mereka hanya sebuah
aliran, jadi jiwa dan kepribadiannya akan kembali pada individu masing-masing.[2]
”Menurut Dick Hebdige, memandang punk adalah sebuah
subkultur yang menghadapi dua bentuk perubahan yaitu:
1. Bentuk
komoditas, dalam hal ini segala atribut maupun aksesoris yang dipakai oleh
komunitas punk telah dimanfaatkan industri sebagai barang dagangan yang
didistribusikan kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan. Dulu aksesoris
dan atribut yang hanya dipakai oleh anak punk sebagai simbol identitas, namun
kini sudah banyak dan mudah kita jumpai di toko yang dapat dikonsumsi oleh
masyarakat umum.
2. Bentuk
ideologis, komunitas punk mempunyai ideologi yang mencakup pada aspek sosial
dan politik. Dan ideologi mereka dahulu sering dikaitkan dengan perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh anak punk. Ada beberapa perilaku menyimpang itu
telah didokumentasikan dalam media massa, sehingga membuat identitas punk
menjadi buruk dipandang sebagai seorang yang bahaya dan berandalan. Namun walaupun
begitu, nilai-nilai dan eksistensi punk masih dipertahankan sampai sekarang.[3]
Dan dalam artikel yang pernah kami baca, dalam ”Philosophy of
Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebutkan tiga pengertian Punk. Punk sebagai trend
remaja dalam fashion dan musik. Punk sebagai pemula yang punya keberanian
memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Punk sebagai
bentuk perlawanan yang “hebat”, karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas
dan kebudayaan sendiri.
B. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang
Ikut dalam Komunitas Punk
Banyak faktor
mengapa seseorang ikut dalam sebuah komunitas punk. Antara lain karena mereka
mempunyai sebuah tujuan dan ideologi yang sama. Sehingga mereka mudah menerima
sebuah golongan yang dianggap sebagai sesuatu yang sama, yaitu tujuan yang
ingin di capai. Ada juga yang tertarik dari motto komunitas punk, yaitu Equalityatau persamaan
hak. “Aliran Punk lahir karena adanya persamaan terhadap jenis
aliran musik Punk dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri
masing-masing. Sehingga mereka mengubah gaya hidup dengan gaya hidup Punk. Di sisi lain
ada juga komunitas punk ini yang mempunyai kegiatan positif.
Semisal Fery dan Yudit
adalah contoh kecil kenapa mereka harus memilih punk sebagai prinsip hidup
mereka yang berlandaskan DIY (do it yourself ). Mereka besar di
masyarakat yang mengkulturkan penyeragaman selera. Masyarakat yang terlalu
munafik untuk hal-hal yang dianggap ” tabu “. Mereka memberontak dengan setiap
kekuatan yang mereka miliki yaitu memilih etika punk sebagai jalan hidup
mereka. Penampilan mereka dan cara hidup mereka sebagai counter cultur terhadap
penyeragaman selera. Sebagai menusia biasa dan makhluk sosial yang punya
perasaan, mereka memilih punk bukan untuk pelarian semata tapi self difennce
mereka terhadap serangan-serangan pengekangan ekspresi diri ( offence of
cultur mainstream ) , penyeragaman selera, dan cultur budaya ” mapan
“yang di ciptakan oleh mayoritas masyarakat. Fery dan
Yudit bukanlah pemuda-pemuda yang lari dari tanggung jawab. Pemuda yang cengeng
ato masih menjadi benalu bagi orang tua mereka. Dengan etika DIY ( do it yourself / berdikari)
dan prinsip yang mereka miliki memberikan sesuatu yang berarti dalam hidup
mereka. Fery adalah pemuda yang menjadi tulang punggung keluarga, ia merantau
ke timur indoneisa tepatnya di mataram NTB dan mencari kerja. sekarang dia
bekerja di salah satu instansi pemerintah, sorenya mengambil part time di usaha
temannya. Sedangkan Yudit adalah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi
di jogja, yang sangat sadar dan sangat mencintai keluarganya. mereka memilih
punk bukan karena terpaksa atau sekedar ikut-ikutan saja, punk bagi mereka cara
menyikapi hidup dengan tidak tergantung kepada orang laen dengan terjemahan
yang sangat sederhana yaitu mandiri. Hari-hari mereka pun tidak selalu berpenampilan
punk saja. Hari biasa mereka berpenampilan layaknya orang normal lainnya.
Mereka mempunyai jadwal yang rutin seminggu sekali, untuk melepas kepenatan dan
bercanda tawa di pinggiran trotoar tiap malam minggu mulai jam 10 malam. Disaat
anak-anak muda yang lain lebih memilih diskotik ato tempat hiburan lainnya.
Mereka memilih jalanan sebagai tempat mereka berbaur bersama dengan
kawan-kawan street punk mataram yang juga masing-masing dari anak-anak punk ini
mempunyai profesi yang berbeda di keseharian mereka. Ada yang bekerja sebagai
karyawan swasta, mahasiswa, tukang sablon, tukang parkir, pelajar dll.
Berdasarkan pengalaman penulis (penulis artikel) ke lokasi dimana mereka sering
nongkrong, ternyata mereka adalah sosok-sosok yang sangat humoris bersahabat
dan cerdas, sangat beda dengan kesan dari luar yang terlihat sangar dan
menyeramkan, perasaan mereka lebih lembut dari salju sekalipun.[4]
Namun ketika hantaman
labelisasi dan pencitraan tak berimbang oleh media juga golongan
masyarakat yang mempunyai ideologi ” mapan ” . Mereka di jadikan tumbal dari
“kegagalan” sistem penerapan budaya normal yang di dengungkan masyarakat umum
dan pemerintah. Sehingga membuat golongan ini ( punk ) sebagai budaya yang tidak di
inginkan karena merupakan budaya impor dari luar. Hal ini menjadikan mereka
menjadi pribadi-pribadi yang terkekang kebebasan ekspresinya dalam
berpenampilan. oleh masyrakat yang menjunjung norma dan adat istiadat
ketimuran. Padahal menjadi punk bukan bagaimana kamu harus mirip menjadi punk
rock star, tapi bagaimana kamu menghilhami diri, menggali potensi yang ada pede
dengan do it yourself yang di pegang.
Dan jika di ambil benang merah dari ” kegagalan ” budaya normal tadi,
indikatornya bukan terletak pada bagiamana cara berpakian anak-anak ini. Tapi
kemampuan generasi muda itu memahami dan menyerap setiap budaya dari luar, dan
di terjemahkan ke dalam ruang berpikir yang luas. Tapi akhirnya kemunafikan
masyarakatlah yang tidak memberikan ruang untuk memberi kebebasan berekspresi.
Berpenampilan aneh, seronok = sesuatu yang tidak baik dan akan di cap sebagai
minor personal. Jika kita berpikir legowo dan mau terbuka dengan lapang dada.
Bukankah ” kemandirian ” generasi muda yang menjadi modal awal suatu bangsa,
selain faktor yang lain.[5]
C. Potret Kehidupan Anak Punk
Sangat beraneka
ragam kehidupan komunitas punk. Misal seperti yang kami contohkan pada tulisan
diatas. Ada juga komunitas punk ini yang benar-benar hidup dijalanan, mereka
melakukan segala aktifitasnya di jalan. Seperti yang sering kita jumpai saat
ini, hampir tiap kota di perempatan atau pertigaan jalan dan keraimaian pusat
kota kita dapat menjumpai komunitas ini. Mereka tidur dipinggir jalan atau
depan pusat perbelanjaan, mengamen di lampu merah, ada juga yang menjadi polisi
cepek (mengatur jalan). Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang
menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas
saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk”
mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”. Beberapa komunitas “Punk”
di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan
Malang. Mereka juga merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas
tersebut membuat label rekaman sendiri, untuk menaungi band-band sealiran
sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam
toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi
dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa
tindik dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga
yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut,
sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu
anak-anak panti asuhan, meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi
yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain, yaitu distro merupakan implementasi
perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar
negeri.
Namun ada fenomena baru yang dapat kita
jumpai pada komunitas punk saat ini. Yaitu komunitas punk muslim, mereka
melakukan kegiatan mengaji seperti membaca Al-Qur`an dan pengajian yang
dilakukan tiap minggu 1 kali pada hari jum`at. Komunitas ini berawal dari
sebuah pertunjukan group band punk. Ada sebuah EO (event organizer)
yang melakukan konser atau pertunjukan band di kampus, mall, dan
sekolah-sekolah. Mereka sering di ajak untuk manggung di sebuah konser
tersebut. Sehingga ada salah satu seseorang EO yang dekat dengan mereka, sebut
saja dia Zaki.
Zaki salah satu orang yang sering
bersama anak punk dan dia telah mengamati perkembangan anak-anak punk yang
sering nongkrong di jalan-jalan ini. Meski Zaki bukan anak jalanan, ia merasa
terpanggil untuk berdakwah di komunitas anak-anak punk."Dulu, saya pernah
pernah bandel. Setidak-tidaknya, saya tahu kehidupan mereka," kilahnya. Di
komunitas band underground itulah, Zaki bertemu dengan (alm) Budi Khaironi,
orang yang paling disegani di komunitas punk tersebut. Sebelum meninggal akibat
kecelakan motor (Maret 2007), Zaki teringat kata-kata yang pernah diucapkan
pimpinan komunitas punk itu: "Bang Zaki, tolong bimbing teman-teman kami
(secara spiritual)." Lalu siapa sesungguhnya Budi Khaeroni (32)? Dia
adalah anak jalanan jebolan pesantren yang terjun ke jalan. Selain ngeband dan
mengamen, Budi pernah menjadi Ketua Panji (Persaudaaran Anak Jalanan
Indonesia). Perlu diketahui, setiap wilayah di Indonesia, mereka punya
persaudaraan, komunitasnya sekitar 5000-an, rata-rata muslim. Jika ada
teman-teman yang terjaring trantib, Budi-lah yang mengurus untuk membebaskan
rekannya itu.
"Kalau ikut komunitas mereka
di Tangerang, shalat Jumat, misalnya, khotibnya pun dari kemunitas mereka
sendiri, gayanya metal abis. Termasuk jamaahnya. Memang, nggak semuanya punk,
alirannya beragam, ada yang beraliran regge, alternatif, rap, dan aliran musik
lainnya," kata Zaki. Ternyata Budi tidak sendiri. Ada
seorang rekan yang memiliki misi sama untuk mengisi ladang dakwah ini di tengah
komunitas anak punk. Ia adalah Bowo, anak kiai jebolan pesantren yang juga
habis waktunya di jalan. Sejak itulah, Zaki merasa mendapat dukungan penuh.
"Kalau bukan kita siapa lagi yang akan berdakwah di kalangan anak jalanan. Kalau mau
dakwah di komunitas anak jalanan, elu harus main di jalanan. Jika berdakwah di
komunitas punk, elu tidak bisa pake baju koko, yang menunjukan kesalehan,"
begitu Bowo pernah berujar. Sebagai generasi punk yang tobat, Budi dan Bowo
merasa prihatin dan gerah melihat teman-teman yang mengalami disorientasi dalam
hidupnya. "Kini banyak bermunculan generasi punk yang tidak
jelas, apakah punk ideologis atau punk modis. Kalau tahun 1994, banyak punk
ideologis. Mereka benar-benar punk. Sekarang sekadar punk mode," kata
Zaki. Keprihatinan itulah yang mendorong Zaki, Budi dan Bowo menarik anak-anak
punk yang sudah bosan dengan jalan hidupnya. Ngeband dan mengaji adalah kultur
baru yang hendak ditularkan ke generasi punk. Mereka menyebut identitas
kelompoknya dengan sebutan punk Moeslem. Saat ngeband, syairnya pun
bernuansakan Islami. Ketika Islam menjadi basic, mereka
mulai malu saat berbuat maksiat. [6]
Komunitas Punk Moslem
lahir karena keprihatinan seorang Budi (alm), akan kondisi pemuda yang berada
dikomunitas Punk, hidup tanpa orientasi (anti kemapanan) dan meninggalkan
agamanya. Punk Moslem itu didirikan sejak Ramadhan 1427 H (2007). Sebelum
berdiri Punk Moslem, Budi sempat mendirikan Warung Udix Band yang berdiri 7
tahun yang lalu dan sempat mengeluarkan album indielabel "Anak
Bayangan". Di Warung Udix, ia merekrut anak-anak punk dan mengajarkan
pendidikan Islam. "Kalau orang bangga dengan kemusrikan dan dosa-dosa yang
mereka lakukan, tapi punk moeslem bangga dengan agama mereka (Islam). Biar
mereka anak jalanan, brutal, tapi anak-anak punk moeslem tetap punya Tuhan.
Ketika teman-teman menamakan dirinya punk muslim, ada sebagian komunitas yang
menolak punk muslim secara tegas. Mereka berkilah, tidak ada tuh anak punk yang
punya tuhan atau ideologis. Setelah ngeband, anak-anak punk merasa ada
sesuatu yang kosong. Sehingga tiap malam Jumat, diadakan pengajian yang
bentuknya seperti mentoring dan beberapa kegiatan lainnya. Mulanya hanya lima
anak yang ngaji, kemudian berkembang menjadi 20 orang, laki-laki dan perempuan.
Kini, ngaji bagi mereka adalah sebuah kebutuhan. Awalnya mereka
ada yang atheis. Sampai-sampai ada yang guyon, ah..gue mau masuk Islam atau
Kristen dulu. Karena bagi mereka, agama bukanlah sesuatu yang sakral. Kalau pas
ngamen, cuma dapat Rp. 300, diantara mereka ada yang teriak: "Allah Maha
Pelit". Setelah dibina, anak itu meyakini Allah itu tidak pelit. Tak ada
jalan lain, cara membina mereka adalah dengan cara mendoktrin. "Ketika
anak-anak punk sudah menganggap ngaji sebagai kebutuhan, mereka mengirim pesan
singkat (sms), malam ini ngaji nggak? Yang jelas, saya tidak ingin mereka
merasa sedang diarahkan untuk masuk sebuah pergerakan atau kelompok harakah
tertentu. Saat ini, pengajian kami memang belum ada namanya. Paling-paling,
teman-teman menyebut pengajian ini pengajiannya punk moeslem." Meski Zaki
bekerja di sebuah lembaga sosial, ia tak diminta untuk berdakwah atas nama
institusinya. Secara pribadi, Zaki merasa terpanggil. Tak sia-siaa, hasil dari
dakwah itu, tak sedikit anak-anak punk yang hijrah dan mulai pandai mengaji.
Sebut saja, Lutfie yang meninggalkan dunia obat dan minuman keras.
"Harapan saya ke depan, mereka dapat menjadi agen perubahan bagi
teman-teman yang lain," jelas Zaki. Bukan rahasia umum, anak jalanan kerap
dianggap tidak produktif, bahkan dicap sampah masyarakat.[7]
D. Dampak
terhadap Generasi Remaja
Mungkin kalau kita perkirakan umur
remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini
tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja
memiliki beberapa ciri yang harus di ketahui :
No
|
Ciri-ciri
|
Keterangan
|
1.
|
Pertumbuhan Fisik
|
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang sangat cepat
dari pada masa anak-anak. Masa ini remaja membutuhkan keseimbangan
pertumbuhan sehingga mereka menjadi banyak makan. Perkembangan fisik ini
jelas terlihat pada tungkai, tangan, kaki, otot-otot tubuh berkembang,
sehingga tubuh mereka terlihat tumbuh tinggi. Tetapi kepalanya masih mirip
anak-anak.
|
2.
|
Perkembangan Seksual
|
Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki
diantaranya: alat produksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi
yang pertama tanpa sadar mengeluarkan sperma. Yang dilanjutkan dengan ciri
lainnya yaitu, mempunyai jakun, dsb.
Sedangkan pada perempuan bila rahimnya sudah bisa
dibuahi maka mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang
pertama. Buah dada mulai membesar karna timbunan lemak, pinggul melebar, dsb.
|
3.
|
Cara Berfikir Kausalitas
|
Seorang remaja mulai berfikir tentang hubungan sebab
akibat. Maka ketika remaja dilarang orang tua untuk berbuat sesuatu mereka
akan berfikir dan kemudian akan bertanya alasannya, mereka bisa menurut atau
menentang apa yang menjadi alasan orang tuanya.
|
4.
|
Emosi yang Meluap-luap
|
Keadaan emosi masih labil karena erat hubungannya
dengan keadaan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri
mereka dari pada pikiran yang realistis.
|
5.
|
Mulai Tertarik pada Lawan Jenisnya
|
Secara biologis manusia terbagi atas dua jenis, yaitu
laki-laki dan perempuan. Pada masa ini remaja sudah mempunyai rasa daya tarik
terhadap lawan jenisnya.
|
6.
|
Menarik Perhatian Lingkungan
|
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari
lingkungannya, untuk mendapatkan sebuah status dan peranan seperti
remaja-remaja yang lainnya.
|
7.
|
Terikat Dengan Kelompok
|
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada
kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua di nomor duakan, dan
kelompoknya dinomor satukan. Kelompok sebenarnya tidak berbahaya asal saja
kita bisa mengarahkannya. Sebab kelompok itu kaum remaja dapat memenuhi
kebutuhannya, misalnya kebutuhan dimengerti, kebutuhan dianggap, kebutuhan
diperhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan harga diri,
kebutuhan rasa aman, yang belum tentu dapat diperoleh dirumah maupun
disekolah.
|
Sumber. L, Zulkifli. 2005. Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Dan seperti yang telah dijelaskan diatas, ada empat
faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1. Lingkungan
keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan
memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh
tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang
luar biasa. Seorang remaja juga memerlukan komunikasi
yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan
keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap
tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua,
guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk
akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan
pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain,
karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat
akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah rumah kedua, tempat
remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam
lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya
pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali
perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari
para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima
dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang
peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu
diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik
untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat
dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian
besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja.
Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya
bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan
mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan
remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir
seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan
teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting
sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman
bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya
mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan
diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan
perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk
bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada
waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama
masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar
Merupakan lingkungan remaja selain
keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal,
nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik
secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu
islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan
oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun
globalisasi.[8]
Pada masa remaja, emosi masih labil,
pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam
diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh
oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang
ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke
dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa
yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya
mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja
berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham
ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang
baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih
bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan
bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan
berekspresi remaja Indonesia. Keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi seorang remaja ikut dalam komunitas punk. Maka
peran orang tua dan lingkungan mereka sangatlah berpengaruh untuk membentuk
kepribadian seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar